Ilustrasi |
Penulis: Zulkanain | Editor: Al
Metrosultra.com, Bombana | Arta, warga desa Puununu, harus kembali gigit jari setelah mengetahui PT. Muara Karya Jaya (MKJ), perusahaan tambang nikel yang saat ini tengah beroperasi di wilayah kecamatan Kabaena selatan, Kabupaten Bombana, memberhentikan dirinya atau pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai karyawan.
Arta diketahui menempati posisi di perusahaan MKJ sebagai supir Dump Truk (10 roda) dan mulai bekerja sejak 27 Juli 2021 lalu.
Pemecatan terhadap karyawan ini dilakukan PT Muara Karya Jaya dan disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan, lewat surat Jumat kemarin, 25 Februari 2022.
"Pulang dari kerja, saya dihubungi pihak Perusahaan (PT. MKJ) untuk segera ke kantor, saya pun segera kekantor dan ternyata saya diberikan surat pemberhentian kerja," Kata Arta kepada media ini. Sabtu, 26 Februari 2022.
Menurunya, alasan perusahaan memutuskan hubungan kerja terhadapnya, diduga ada kaitannya dengan salah satu oknum kandidat calon kepala desa yang gagal atau tidak terpilih, pada pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Bombana belum lama ini.
"Alasannya, saya berhentikan 'katanya' karena yang kasi masuk saya kerja adalah eks Kepala desa, maka dari itu dia juga yang akan berhentikan saya," ungkapnya.
Lanjutnya, "Kalau ini pun benar tentu saya sangat kecewa ke pihak Perusahaan. Ini tidak adil, karena sebelumnya, pihak Perusahaan telah menegaskan untuk tidak sangkut pautkan Politik dengan Pekerjaan. Anehnya setelah pemilihan kenapa saya langsung di pecat," bebernya dengan nada penuh kecewa.
Arta akui, dirinya sebelumnya telah mendapatkan surat teguran atau surat peringatan (SP) kedua dari perusahaan pada desember 2021 lalu, dengan masa berlaku pengawasan selama sebulan.
"Kalau surat peringatan baru pertama saya dapat dan itu langsung SP ke kedua, dan berlakunya hanya sebulan, kenapa baru sekarang saya dipecat," Kesalnya.
Terpisah, Projek Manager PT. MKJ, Ady Apriansyah Noviar tak menapik adanya sanksi pemecatan terhadap Karyawan perusahaan yang di Nakhodainya tersebut.
Menurutnya, Alasan pemberian sanksi pemecatan terhadap karyawan yang bersangkutan dilakukan tidak ada kaitannya dengan politik (Pilkades). Namun keputusan tersebut lahir berdasarkan penilaian kedisiplinan pekerja dari pihak PT MKJ.
"Pemecatan terhadap yang bersangkutan sebenarnya banyak yang spekulasi terkait dengan Politik Pilkades, Namun saya pastikan itu tidak ada hubungannya," tepis Ady.
Lanjutnya, "harusnya sanksi ini, kita lakukan diawal Februari 2022 lalu, namun berhubung situasi yang belum tepat, sehingga kami menunggu pelaksanaan Pilkades selesai digelar," tuturnya.
Ady aprialsyah noviar, mengaku pemecatan karyawan bisa kembali terjadi apa bila ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh pekerja atau Karyawan.
Tetapi untuk saat ini, pihak PT MKJ, baru melakukan pemecatan terhadap Arta, dan satu orang Karyawannya asal desa Batuawu.
"Kalau jumlah karyawan yang dalam evaluasi, saya belum bisa tau pasti, tapi kalau masalah SP (surat peringatan) itu ada tiap bulan," pungkasnya.
Sanksi Pemecatan.
Sanksi pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Karyawan, bisa saja dilakukan bila ada kelalaian atau kesalahan Karyawan tersebut dan merugikan pihak perusahaan, hal tersebut telah diatur di dalam pasal 158 ayat (2) tentang Undang-undang Ketenagakerjaan.
Akan tetapi sebelum menjatuhkan PHK, perusahaan harus memperhatikan beberapa hal.
Pertama, pekerja tertangkap tangan, kemudian ada laporan dari pekerja yang bersangkutan atau
bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan setidaknya didukung oleh minimal dua saksi.
Seperti dilansir dari Hukum Online, sanksi berupa surat peringatan tercantum di dalam Pasal 161 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di situ dijelaskan, apabila karyawan melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau peraturan kerja bersama (PKB), karyawan akan dikenakan sanksi berupa surat peringatan (SP).
Bahkan, karyawan bisa dikenakan PHK apabila perusahaan telah memberikan SP sampai tiga kali.
Berlanjut di dalam Pasal 161 ayat (2), surat peringatan tersebut berlaku paling lama enam bulan, kecuali ditetapkan lain dalam PP, PK, dan PKB.
Dengan demikian, Karyawan harus memperhatikan peraturan perusahaan yang berlaku supaya terhindar dari pemberian Sanksi dari Perusahaan.